PANDANGAN ULAMA TERHADAP TRADISI “OLONG-OLONG” DALAM PERKAWINAN PADA MASYARAKAT DESA KADEMANGAN MOJOAGUNG JOMBANG

Ika Septiya Putri, 12102183139, Pandangan Ulama Terhadap Tradisi “Olong-Olong” Dalam Pernikahan Pada Masyarakat Desa Kademangan Mojoagung Jombang. Jurusan Hukum Keluarga Islam, Universitas Islam Negeri Tulungagung, 2023, Pembimbing: Muhammad Mufti Al Anam, M.H.I Kata kunci : Tradisi olong-olong, cok bakal, ulama Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya sebuah tradisi di kalangan masyarakat Desa Kademangan Mojoagung Jombang. Dimana dalam rangkaian perkawinan ada sebuah ritual saat rombongan pengantin akan melewati jembatan desa, mereka menaruh sajen yang dikenal dengan cok bakal. Tradisi ini tidak di kenal di dalam fiqh munakahat, namun dipraktikkan oleh masyarakat muslim di Desa Kademangan Mojoagung Jombang. Rumusan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana tradisi olong-olong yang berlaku pada masyarakat Desa Kademangan Mojoagung Jombang?, 2) Bagaimana pandangan ulama di Desa Kademangan Mojoagung Jombang terhadap tradisi olong-olong dalam perkawinan? Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui tradisi olong-olong yang berlaku pada masyarakat Desa Kademangan Mojoagung Jombang, 2) Untuk mengetahui pandangan ulama di Desa Kademangan Mojoagung Jombang terhadap tradisi olong-olong dalam perkawinan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (kualitatif). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun teknik analisa data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi yang menggabungkan dari dua teknik pengumpulan data dan dari sumber yang telah ada. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Tradisi “olong-olong” merupakan sebuah tradisi yang kaya akan simbol dan makna yang sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat Desa Kademangan Mojoagung. Tradisi “olong-olong” memiliki makna pamit atau permisi kepada makhluk ghaib yang mendiami jembatan bahwa rombongan pengantin akan melewati sungai (jembatan) dengan membawa sesajen dan ayam hidup. Dalam eksistensinya, tradisi “olong-olong” diniatkan sebagai ritual permisi dan sedekah sesama makhluk yang diorientasikan sebagai tolak balak. 2) Tradisi “olong-olong” menurut pandangan ulama Muhammadiyah hukumnya haram. Mereka menilai bahwa tradisi haram karena dengan alasan tradisi ini mengandung unsur kesyirikan karena adanya keyakinan akan kekuatan ghaib dengan adanya sajen (cok bakal), jin penunggu jembatan. Metode penalaran hukum yang mereka gunakan lebih mengarah pada penalaran hukum preventif atau sad al-dzari’ah. Berikutnya,ulama dari kalangan Nahdatul Ulama menilai bahwa tradisi “olong-olong” ini hukumnya mubah karena dilihat dari maknanya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Dalil hukum yang mereka gunakan adalah ‘urf shahih dengan argumentasi bahwa makna yang terkandung di dalam tradisi ini adalah do’a, sedekah siri, dan naseha